A.
Judul
Konflik Sosial dan Politik dalam Antologi Cerkak “Ratu”
karya Khrisna Miharja
B.
Latar Belakang Masalah
Karya sastra
lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan eksistensinya
sebagai manusia yang berisi ide, gagasan, dan pesan tertentu yang diilhami oleh
imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media bahasa dalam penyampaiannya. Karya sastra merupakan
fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir
dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang
secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57).
Penciptaan
karya sastra tidak dapat dipisahkan dari
proses imajinasi pengarang dalam melakukan proses kreatifnya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Pradopo (2001: 61) yang mengemukakan bahwa karya sastra
lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta
refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Akan tetapi,
karya sastra tidak hadir dengan
kekosongan budaya. Herder (dalam Atmazaki, 1990: 44) menjelaskan bahwa
karya sastra merupakan ekspresi zamannya sendiri sehingga ada hubungan sebab
akibat antara karya sastra dengan situasi sosial tempat dilahirkannya.
Media karya
sastra adalah bahasa, fungsi bahasa sebagai bahasa karya sastra membawa
ciri-ciri tersendiri. Artinya, bahasa
sastra adalah bahasa sehari-hari itu sendiri, kata-katanya dengan sendirinya
terkandung dalam kamus, perkembangannya pun mengikuti perkembangan masyarakat
pada umumnya. Tidak ada bahasa sastra secara khusus sehingga menampilkan
makna-makna tertentu (Ratna, 2011: 334-335).
Chamamah
(dalam Jabrohim, 2003: 9) mengemukakan bahwa penelitian karya sastra merupakan
kegiatan yang diperlukan untuk menghidupkan, mengembangkan, dan mempertajam
suatu ilmu. Kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu memerlukan metode
yang memadai adalah metode ilmiah. Keilmiahan karya sastra ditentukan oleh
karakteristik kesasteraannya. Karena dibutuhkannya pemahaman masyarakat
terhadap karya sastra yang dihasilkan pengarang, penelitian ini menggunakan pendekatan
sosiologi sastra. Sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra
dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya (Ratna, 2003: 3).
Sosiologi
sastra diterapkan dalam penelitian ini karena tujuan dari sosiologi sastra
adalah meningkatkan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan
masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Dalam hal ini, karya sastra dikonstruksikan secara
imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka
empirisnya dan karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi gejala sosial (Ratna, 2003: 11).
Karya sastra memberikan dampak perubahan atau
kemajuan pada peradaban manusia. Selain
itu, membangun pengertian sastra sebagai sesuatu yang melampaui batas-batas
media ungkap dan disiplin. Salah satu karya sastra yang memberi dampak tersebut
adalah cerkak.
Cerkak adalah cerpen yang berbahasa Jawa. Menurut wikipedia
pengertian Cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek
cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang
lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena
singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra
seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan
dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Cerpen merupakan karya sastra yang ber-genre prosa. Seperti
penjelasan sebelumnya bahwa cerpen memiliki cerita yang lebih vareatif,
sehingga cerpen dapat menyajikan satu cerita dengan singkat tanpa harus membaca
berates-ratus halaman sehingga tidak membosankan.
Antologi
cerkak Ratu karya Krishna Mihardja ini dipilih karena karya-karyanya yang
kebanyakan bermuatan politik. Sebagian besar karyanya berisi sindiran-sindiran
terhadap pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung..
Berdasarkan
uraian di atas dapat dijelaskan secara rinci alasan diadakan penelitian ini
sebagai berikut.
1.
Persoalan yang diangkat dalam antologi cerkak Ratu berkisar pada konflik sosial dan politik.
2.
Analisis terhadap antologi cerkak Ratu karya Krishna Mihardja diperlukan guna
memberi sumbangan pemikiran kepada pembaca terutama masalah konflik sosial dan
politik.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis mencoba mengkaji antologi cerkak Ratu dengan judul
“Konflik Sosial dan Politik dalam Antologi
Cerkak “Ratu” Karya Krishna Mihardja”.
C.
Fokus Masalah
Untuk
mencegah adanya kekaburan masalah dan
untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih intensif dan efisien dengan tujuan
yang ingin dicapai, diperlukan pembatasan masalah.
Penelitian
ini dibatasi pada masalah sosial yang
terkait dengan konflik sosial dan politik dalam antologi cerkak Ratu karya
Krishna Mihardja.
D.
Rumusan Masalah
1.
Wujud konflik sosial dan politik dalam antologi cerkak
Ratu karya Krishna Mihardja.
2.
Kesejajaran konflik sosial dan politik dalam antologi
cerkak Ratu karya Krishna Mihardja dengan fenomena kehidupan masyarakat yang
sebenarnya.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretis
1.
Untuk menyumbangkan pandangan bagi pengembangan ilmu
sastra, khususnya dalam Sosiologi Sastra.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
mengaplikasikan teori Sosiologi Sastra
dalam mengungkapkan antologi cerkak Ratu.
Manfaat
Praktis
1.
Sarana sosialisasi dan sebagai bukti adanya dimensi sosial dalam antologi
cerkak Ratu kepada masyarakat.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan bagi pihak-pihak yang mempunyai kaitan dengan masalah yang sedang
dikaji dan menumbuhkan sikap kritis bagi penulis, khususnya dan siapa saja yang
tertarik pada kajian serupa pada umumnya.
3.
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dalam
penelitian humaniora dan memperkaya referensi telaah kritis mengenai dimensi
sosial pada suatu karya sastra.
F.
Acuan Teori
1.
Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi
sastra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan
teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi, bahkan dianggap
sebagai involusi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi
masyarakat yang merupakan asal-usulnya. Dipicu oleh kesadaran bahwa karya
sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka
satu-satunya cara adalah mengembalikan karya sastra ke tengah-tengah masyarakat,
memahaminya sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan. Ratna (2011: 332-333) mengemukakan
bahwa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat sebagai berikut.
a.
Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin
oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
b.
Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap
aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga
difungsikan oleh masyarakat.
c.
Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan,
dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung
masalah-masalah kemasyarakatan.
d.
Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat,
dan tradisi yang lain, dalam karya
sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat
berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
e.
Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,
masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
Tujuan dari
Sosiologi Satra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat,
menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan (Ratna, 2003: 11).
Dalam hal ini karya sastra dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya
tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya dan karya sastra bukan
semata-mata merupakan gejala individual,
tetapi gejala sosial.
Wilayah
sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (dalam Faruk, 1999: 4) menemukan
setidaknya tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, seperti
berikut.
a. Sosiologi pengarang yang memasalahkan tentang status
sosial, ideologi sosial, dan lain-lain
yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra.
b. Sosiologi karya
sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri.
c. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh
sosial karya sastra.
Sosiologi
Sastra sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara sastra, sastrawan, dan
masyarakat sangat penting karena Sosiol ogi Sastra tidak hanya membicarakan
karya sastra itu sendiri, melainkan
hubungan masyarakat dan lingkungannya serta kebudayaan yang menghasilkannya. Atmazaki
(1990: 7) menyatakan bahwa pendekatan Sosiologi Sastra mempunyai tiga unsur di
dalamnya. Unsur tersebut antara lain sebagai berikut.
- Konteks sosial pengarang
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karya sastra. Faktor-faktor
tersebut antara lain mata pencaharian,
profesi kepegawaian, dan masyarakat lingkungan pengarang.
- Sastra sebagai cerminan
masyarakat
Karya sastra
mengungkapkan gejala sosial
masyarakat tempat karya itu tercipta. Dalam sastra akan terkandung nilai moral, politik,
pendidikan, dan agama dalam sebuah masyarakat.
- Fungsi sastra
Fungsi sastra
dalam hal ini adalah nilai seni dengan masyarakat, apakah di antara unsur
tersebut ada keterkaitan atau saling berpengaruh.
Dari berbagai
pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis Sosiologi Sastra bertujuan
untuk memaparkan dengan cermat fungsi dan keterkaitan antarunsur yang membangun sebuah karya sastra dari aspek
kemasyarakatan pengarang, pembaca, dan gejala sosial yang ada.
2.
Teori Strukturalisme
Analisis
struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail,
dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).
Pendekatan
struktural dapat pula disebut dengan pendekatan intriksik, yakni pendekatan
yang berorientasi kepada karya sebagai jagat yang mendiri terlepas dari dunia
eksternal di luar teks. Analisis ditujukan pada teks itu sendiri sebagai
kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling terjalin dan analisis
dilakukan berdasar parameter intrinsik sesuai dengan keberadaan unsur-unsur internal
(Siswantoro, 2005: 19).
Tema
merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia,
sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman akan selalu diingat (Stanton, 2007:
36).
Secara umum,
alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur
biasanya terdapat pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja.
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya
fiksi setidak-tidaknya memikilik konflik internal (yang tampak jelas) yang
hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan
lingkungannya. Klimaks adalah saat ketika
konflik terasa sangat intens sehingga
ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan
kekuatn konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan
(Stanton, 2007: 26-32).
Tahapan plot
atau alur oleh Tasrif (dalam Nurgiantoro, 2000: 149-150) dapat dibagi dalam
lima tahapan. Tahapan-tahapan plot tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
- Tahap Penyituasian
(Situation)
Tahap ini
berisi pelukisan dan pengenalan situasi watak atau tokoh-tokoh. Berfungsi untuk
melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
- Tahap Pemunculan Konflik
(Generating Circumstances)
Tahap ini
merupakan tahap awal munculnya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang dan
dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
- Tahap Peningkatan Konflik
(Rising Action)
Tahap ini
merupakan tahap yang di
dalamnya peristiwa-peristiwa
dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.
Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan,
benturan-benturan antarkepentingan, masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks dapat
terhindari
- Tahap Klimaks (Climax)
Konflik atau
pertentangan-pertentangan terjadi, yang dilakukan
atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak.
- Tahap Penyelesaian
(Denovement)
Konflik yang
telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik
yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada diberi jalan
keluar, cerita diakhiri.
Nurgiantoro
(2000: 153-155) membedakan alur berdasarkan urutan waktu menjadi tiga jenis
seperti berikut.
- Plot Lurus, Maju atau
Progresif
Plot
dikatakan lurus, maju, atau progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan
bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh
peristiwa-peristiwa kemudian.
- Plot Mundur, Sorot Balik
atau Flash Back, Regresif.
Plot mundur
adalah cerita yang langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan
barangkali konflik yang meruncing. Pembaca belum mengetahui situasi dan
permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan dalam cerita
tersebut.
- Plot Campuran
Plot campuran
merupakan cerita yang di dalamnya tidak hanya mengandung plot progresif saja,
tetapi juga sering terdapat adegan-adegan sorot balik.
Mengenai
tokoh, Semi (1988: 39) menjelaskan bahwa pada umumnya fiksi mempunyai tokoh
utama (a central character), yaitu orang yang ambil bagian dalam sebagian besar
peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan
terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau
perubahan pandangan kita sebagai pembaca terhadap tokoh tersebut.
Latar adalah
lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud
waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah
(Stanton, 2007: 35).
Menurut
Nurgiantoro (2000: 37) langkah-langkah dalam menerapkan teori strukturalisme
adalah sebagai berikut.
1.
Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun
karya sastra secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar, dan alur,
2.
mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga
diketahui bagaimana tema, tokoh, latar dan
alur dari sebuah karya sastra,
3.
mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga
diketahui tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra,
4.
menghubungkan masing-masing unsur sehingga diketahui
tema, tokoh, latar, dan alur dalam sebuah karya sastra.
3.
Teori Struktural Genetik
Dewasa ini
telah banyak dikenal berbagai macam pendekatan dalam penelitian sastra salah
satunya yaitu pendekatan strukturalisme genetik. Strukturalisme genetik adalah
cabang penelitian dalam karya sastra yang tidak meninggalkan faktor genetik
atau asal-usul diciptakannya sebuah karya yakni unsure sosial. Jadi
strukturalisme genetik merupakan penggabungan antara struktural dengan
sosiologi sastra.
Strukturalisme
genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap
unsur-unsur intrinsic. Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang
filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya
yang berjudul The Hiden God a Study of Tragic
Vision in The Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine, dalam bahasa
Perancis terbit pertama kali tahun 1956 (Ratna, 2011: 121-122).
Secara
definitif strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan
perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas bahwa struktural
strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis secara intrinsik
dan ekstrinsik (Ratna, 2011: 123).
Endraswara
(2011: 55-56) mengemukakan bahwa strukturalisme genetik adalah cabang
penelitian sastra struktural yang tidak murni. Srukturalisme genetik merupakan
penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya. Dalam
beberapa analisis novel, Goldmann selalu menekankan latar belakang sejarah
karya sastra, disamping memiliki unsur otonom juga tidak lepas dari unsur ekstrinsik. Teks
merepresentasikan kenyataan sejarah yang mengkondisikan munculnya karya sastra.
Sapardi Djoko
Damono (1979: 49) berpendapat bahwa “metode yang digunakan Goldmann untuk
mencari hubungan karya dengan lingkungan sosialnya adalah strukturalisme
historis, yang diistilahkan sebagai “strukturalisme genetik yang digeneralisir”,
Goldmann sebelumnya meneliti struktur-struktur tertentu dalam teks kemudian menghubbungkan
struktur-struktur tersebut dengan kondisi sosial dan historis yang konkret
dengan kelompok sosial yang mengikat si
pengarang dengan pandangan dunia kelas yang bersangkutan.
Penelitian
strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik
studi diawali dari kajian unsur intrinsik. Kesatuan dan koherensinya sebagai
data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan
realitas masyarakatnya, karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang
dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting
dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur instrinsik karya
sastra (Endraswara, 2011: 56).
Lucien
Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 122) mengungkapkan bahwa “struktur
harus disempurnakan menjadi struktur bermakna, dimana setiap gejala memiliki
ahli apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya
sehingga setiap unsur menopang totalitas”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa setiap unsur dalam karya sastra, baik itu unsur intrinsik
maupun ekstrinsiknya, masing-masing tidak dapat bekerja sendiri untuk menciptakan
karya yang bernilai tinggi. Semua unsurnya harus melebur menjadi satu totalitas
makna. Untuk menopang teori tersebut Goldmann membangun teori strukturalisme genetik.
Enam konsep dasar yang membangun teori strukturalisme-genetik (a) fakta
kemanusiaan (b) subjek kolektif (c) strukturasi (d) pandangan dunia (e)
pemahaman dan (f) penjelasan dalam Faruk, 2010: 56).
a.
Fakta Kemanusiaan
Fakta
kemanusiaan menurut Faruk (2010: 57)
adalah sebuah hasil
perilaku manusia, baik verbal maupun fisik, yang berusaha
dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta tersebut dapat berupa aktivitas sosial
tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasikultural seperti filsafat,
seni rupa, seni patung dan seni sastra. Fakta kemanusiaan hakikatnya ada dua,
yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan dan
sejarah, sedangkan yang pertama tidak, sebab hanya merupakan hasil perilaku
libidinal seperti mimpi, tingkah laku orang gila, dan sebagainya.
Goldmann
(dalam Faruk, 2010: 57) menjelaskan bahwa “semua fakta kemanusiaan merupakan
suatu struktur yang berarti”. Yang dimaksudkan adalah bahwa fakta-fakta itu
sekaligus mempunyai struktur tertentu dari arti tertentu. Oleh karena itu pemahaman mengenai fakta-fakta
kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya. Dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa fakta kemanusiaan adalah seluruh hasil perilaku
manusia yang mempunyai struktur dan arti yang berdasarkan pada fakta-fakta yang
ada.
b.
Subjek Kolektif
Goldmann (dalam Faruk, 2010: 62) mengemukakan bahwa
fakta kemanusiaan bukanlah suatu yang muncul begitu saja, melainkan hasil aktivitas
manusia sebagai subjeknya. Dalam hal ini subjek fakta kemanusiaan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu subjek individual dan subjek kolektif.
Perbedaan itu sesuai dengan jenis fakta kemanusiaan. Subjek individual
merupakan fakta individual (libidinal), sedangkan subjek kolektif merupakan subjek
fakta sosial (historis).
Menurut
Goldmann (dalam Faruk, 2010: 63) revolusi sosial, politik ekonomi, dan karya-karya
kultural yang besar merupakan kenyataan sosial yang tidak aka mampu
menciptakannya. Yang dapat menciptakannya adalah subjek transindividual. Subjek
trans-individual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalam individu
hanya merupakan bagian. Subjek trans-individual bukanlah kumpulan
individu-individu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Konsep subjek kolektif atau trans-individual
masih sangat kabur karena subjek kolektif itu dapat berupa kelompok
kekerabatan, kelompok kerja, kelmpok teritorial, dan sebagainya. Untuk
memperjelasnya, Goldmann mengelompokkan sebagai kelas sosial. Kelas sosial
tersebut menurut Goldmann merupakan bukti
dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan pandangan yang
lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah memengaruhi perkembangan
sejarah umat manusia.
c.
Pandangan dunia, Homologi, Strukturasi dan Struktur
Adapun yang
dimaksud dengan pandangan dunia itu sendiri, tidak lain daripada kompleks
menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang
menghubungkan secara bersma-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu
dan mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial lain. Selain itu, dia
juga berpendapat, bahwa pandangan dunia merupakan produk interaksi antara
subjek kolektif dengan situasi sekitarnya sebab pandangan dunia tidak lahir
dengan tiba-tiba (Goldmann dalam Faruk, 2010:65-67).
Menurut
Goldmann (dalam Endraswara, 2011: 57)
karya sastra sebagai struktur memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia (vision
du monde) penulis, tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota
masyarakatnya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik
merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan
struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang
diekspresikannya. Karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara
utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks sastra diabadikan
begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat bisa mengakibatkan penelitian menjadi
pincang.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia adalah keseluruhan
gagasan, aspirasi, dan perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota-anggota suatu kelompok sosial lain yang diwakili oleh pengarang sebagai
bagian dari masyarakat.
d.
Struktur Karya Sastra
Karya sastra
yang besar merupakan prosuk strukturasi dari subjek kolektif. Goldmann
mengemukakan dalam esainya yang berjudul “The Epistemology of Sociology” dua
pendapat mengenai karya sastra pada umumnya. Pertama, bahwa sastra merupakan
ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usahanya
mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan dunia tokoh-tokoh,
objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner.
Sesuai dengan
teori Lukacs, Goldmann membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu novel “idealisme
abstraks”, romantisme keputusasaan”, dan novel-novel “pendidikan”. Novel jenis
pertama disebut “idealisme abstraks” karena dua hal. Dengan menampilkan tokoh
yang ingin masih bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu
idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat
subjektif, didasarkan pada kesadaran yang
sempit, idealismenya menjadi abstrak. Lukacs (dalam Faruk, 2010: 75).
e.
Dialektika Pemahaman-Penjelasan
Goldmann
(dalam Faruk, 2010: 77) metode dialektik merupakan metode khas yang berbeda
dengan metode positivistik, metode intuitif, dan metode biografis yang
psikologis. Dari segi titik awal dan titik akhirnya, metode dilektik sama
dengan metode positivistik. Keduanya sama-sama bermula dan berakhir pada teks
sastra. Hanya saja, kalau metode positivistik tidak mempertimbangkan persoalan
koherensi struktural, metode dialektik memperhitungkannya. Prinsip dasar dari metode
dialektik yang membuatnya berhubungan dengan masalah
koherensi di atas adalah pengetahuannya
mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat
konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Sehubungan dengan itu,
metode dialektik dua pasangan konsep, yaitu “keseluruhan-bagian” dan
“pemahaman-penjelasan”.
Menurut
Goldmann (dalam Faruk, 2010: 79) teknik pelaksanaan metode dialektik yang
melingkar serupa itu berlangsung sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang
dianggapnya memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua,
ia melakukan pengecekan terhadap model itu dengan membandingkannya dengan
keseluruhan dengan cara menentukan: (1) sejauh mana setiap unit yang dianalisis
tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; (2) daftar elemen-elemen dan hubungan-hubungan
baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula; (3) frekuensi elemen-elemen
dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam model yang sudah dicek
itu. Goldmann mengatakan bahwa pandangan dunia merupakan kesadaran
kolektif yang dapat digunakan sebagai hipotesis kerja yang konseptual, suatu
model, bagi pemahaman mengenai koherensi struktur teks sastra.
4.
Teori Konflik Politik
Konflik berasal
dari kata conligere (bahasa
Latin) yang berarti menyerang bersama-sama Menurut Mitchell ( 1981)
konflik adalah sebuah situasi yang
di dalamnya terdapat dua atau lebih orang saling mencapai tujuan-tujuan
yang dikehendakinya, tetapi hanya salah
satu yang berhasil mencapainya. Menurut James A. Schellenberg (1966) konflik adalah situasi ketika
individu atau kelompok yang lain dalam rangka merebut sesuatu yang
dikehendaki berdasarkan pada persaingan kepentingan-kepentingan karena
perbedaan identitas atau sikap. Menurut
Louis Kiesberg, (1988).
Simmel (dalam
Zeitlin, 1998: 159) menyatakan bahwa ungkapan permusuhan di dalam konflik
membantu fungsi-fungsi positif, sepanjang konflik itu dapat mempertahankan perpecahan
kelompok dengan cara menarik orang-orang yang sedang konflik. Jadi, konflik itu dipahami sebagai suatu alat yang
berfungsi untuk menjaga kelompok sepanjang dapat mengatur sistem-sistem
hubungan.
Politik
adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan; segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan
sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
(Sampurna, 2003:340).
Wirawan
(2010: 67) memaparkan bahwa konflik politik adalah konflik yang terjadi karena
pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya mendapatkan dan mengumpulkan kekuasaan
yang sama pada jumlahnya terbatas dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai
tujuan atau ideologinya. Sepanjang sejarahnya, Negara Indonesia mengalami
konflik politik dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Konflik ini menimbulkan
peperangan, memakan anggaran yang cukup besar untuk menumpasnya, waktu yang
lama, dan korban jiwa yang sangat banyak.
Duverger
(dalam Razi, 2009) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk konflik politik diidentifikasikan menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran
dan strategi politik. Duverger mengemukakan bahwa manusia dan organisasi dalam
konflik satu sama lain mempergunakan berbagai jenis senjata di dalam perjuangan
politik. Senjata yang digunakan tergantung pada masyarakat setempat dan kelompok-kelompok
sosialnya, di antaranya ialah senjata dalam bentuk kekerasan fisik, senjata
dalam bentuk yang lain, seperti uang, media, dan organisasi. Namun, belakangan
ini kekerasan fisik merupakan senjata yang sering digunakan. Padahal, tujuan pertama-tama
dari politik adalah untuk menghapus kekerasan, untuk menggantikan konflik
berdarah dengan bentuk-betuk perjuangan sipil yang lebih dingin. Politik cenderung
menghapus kekerasan, tetapi tidak pernah berhasil seluruhnya. Senjata-senjata
yang terdapat dalam pertempuran politik di antaranya, yaitu kekerasan fisik,
kekayaan (kedudukan), organisasi, dan media informasi.
Duverger
(dalam Razi, 2009) mengemukakan bahwa strategi politik merupakan sebuah cara atau
siasat yang digunakan untuk memenangkan perjuangan politik. Siasat yang
digunakan tersebut dapat berupa apa saja yang terpenting mampu menunjukkan
eksistensinya.
Duverger
(dalam Razi, 2009) mengemukakan bahwa manusia dan organisasi konflik satu sama
lain mempergunakan berbagai jenis strategi di dalam perjuangan politik. Strategi yang digunakan tergantung
dari masyarakat setempat dan kelompok-kelompok sosialnya, diantaranya ialah
konsentrasi atau penyebaran senjata politik, perjuangan terbuka dan perjuangan
diam-diam, pergolakan di dalam rezim dan perjuangan mengontrol rezim, Strategi
Dua Blok atau Sentris, dan kamuflase.
5.
Kerangka Berpikir
Kerangka
berpikir dalam penelitian kualitatif hanya merupakan gambaran bagaimana setiap
variabelnya dengan posisinya yang khusus akan dikaji dan dipahami keterkaitannya
dengan variabel yang lain. Tujuannya adalah untuk menggambarkan bagaimana
kerangka berpikir yang digunakan peneliti untuk mengkaji dan memahami permasalahan
yang diteliti. Dengan pemahaman peta secara teoretik beragam variabel yang
terlibat dalam penelitian, peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan
keterkaitan antar variabel yang terlibat, sehingga variabel yang akan dikaji
menjadi jelas (Sutopo, 2002: 141).
G.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam
Moelong, 1990: 31).
Menurut
Aminudin (1990: 16) , metode deskriptif kualitatif artinya yang menganalisis
bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar
variabel. Penelitian kualitatif melibatkan ontologis. Data dikumpulkan berupa
kosa kata, kalimat, dan gambar mempunyai arti
(Sutopo, 2002: 35).
2.
Objek Penelitian
Obyek
penelitian sastra adalah pokok atau topik penelitian sastra (Sangidu, 2004:
61). Obyek penelitian ini adalah sosial dan konflik politik dalam antologi
cerkak Ratu karya Krishna Mihardja.
3.
Data dan Sumber Data
- Data
Data kualitatif
adalah data yang berkaitan dengan kualitas (Sutopo, 2002: 48). Data yang
dikumpulkan adalah data deskriptif kualitatif yaitu data yang berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka (Meleong, 2002: 11). Data merupakan bagian yang
sangat penting dalam setiap bentuk penelitian. Oleh karena itu, berbagai hal
yang merupakan bagian dari keseluruhan proses pengumpulan data harus
benar-benar dipahami olehsetiap peneliti (Sutopo, 2002: 47). Adapun data dalam
penelitian ini adalah data yang berwujud kata, ungkapan, dan kalimat yang
terdapat dalam antologi cerkak Ratu karya Krisnhna Mihardja.
- Sumber Data
Sumber data
adalah sumber penelitian dari mana data diperoleh (Siswantoro, 2005: 63).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, dikelompokkan menjadi dua,
seperti berikut ini.
1.
Sumber data primer
Sumber data
primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses langsung dari sumbernya
tanpa melalui perantara (Siswantoro, 2005:54). Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah teks antologi cerkak Ratu karya Krishna Mihardja yang
diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, setebal 125 halaman.
2.
Sumber data sekunder
Sumber data
sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat
perantara tetapi masih berdasarkan konsep (Siswantoro, 2005: 54). Data sekunder merupakan data yang berhubungan
dengan penelitian yang telah dilakukan. Data sekunder membantu peneliti dalam
menganalisis data primer dalam sebuah penelitian berupa analisis di internet
dan buku-buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek
penelitianTeknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik kepustakaan dan
teknik catat. Teknik kepustakaan yaitu studi tentang sumber-sumber yang
digunakan dalam penelitian sejenis, dokumen yang digunakan untuk mencari
data-data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
majalah, gambar, dan data-data yang bukan angka-angka (Moleong, 2005: 11).
Menurut
Mahsun (2006: 91) teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika
menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan diatas. Teknik catat dengan cara
mencatat dan membaca teori yang diperlukan, mengutip langsung dan tidak langsung
dengan membuat refleksinya, kemudian meringkas teori yang dicatat, sehinnga
menjadi sebuah susunan yang harmonis.
4.
Validitas Data
Validitas data penelitian ini menggunakan teknik
trianggulasi. Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan
validitas dalam penelitian kualitatif, Patton (dalam Sutopo, 2002: 78)
menyatakan bahwa ada empat macam teknik
trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation) yaitu
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2)
trianggulasi peneliti (investigator tringulation) yaitu membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi (3) trianggulasi
metodologi (methodological triangulation) yaitu membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu dan (4) trianggulasi teoristis (thereotical triangulation) ialah
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang. Jenis teknik trianggulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah trianggulasi teoritis, yaitu dengan menggunakan teori
yang berbeda untuk melakukan perbandingan, tetapi tetap menggunakan teori
khusus yang digunakan sebagai fokus utama dari kajiannya secara mendalam.
5.
Teknik Analisis Data
Moeloeng (2007: 103) mengemukakan bahwa teknik
analisis data adalah proses mengukur
urutan data menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. Kegiatan analisis data yang dilakukan dalam suatu proses, proses berarti
pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan
secara intensif.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis novel Lampuki
dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secara dialektik yang
dilakukan dengan cara menghubungkan unsur-unsur yang ada dalam novel dengan mengintegrasikan
ke dalam satu kesatuan makna.
Menurut Goldmann (dalam Faruk, 2010: 77), metode
dialektik mengembangkan dua pasangan konsep, yaitu ”keseluruhan bagian” dan ”pemahaman
penjelasan”. Setiap fakta atau gagasan individual mempunyai arti hanya jika
ditempatkan dalam keseluruhan. Sebaliknya, keseluruhan hanya dapat dipahami
dengan pengetahuan yang bertambah mengenai fakta-fakta parsial atau yang tidak menyeluruh
yang membangun keseluruhan itu. Teknik
pelaksanaan metode dialektik, Goldmann (dalam Faruk, 2010: 79)
menjelaskan. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya
memberikan tingkat probabilitas tertentu atas bagian tertentu atas dasar
bagian. Kedua, peneliti melakukan pengecekan terhadap model itu dengan membandingkannya
dengan keseluruhan.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
menganalisis data dalam penelitian ini adalah
1.
menganalisis antologi cerkak Ratu karya Krishna
Mihardja dengan menggunakan analisis
struktural,
2.
analisis konflik
politik dalam antologi cerkak Ratu karya
Krishna Mihardja dengan tinjauan sosiologi sastra.
H.
Daftar Pustaka
Damono,
Supardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra
Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
Endraswara,
Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian
Sastra Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta :
Pustaka Widyatata
_________.
2008. Pengantar Pengkajian Sastra.
Yogyakarta: Sewon Press
Faruk.
1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari
Strukturalisme Genetik sampai Postmodernisme. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar Offset
Hardjono,
Andre. 1985. Kritik Sastra Sebuah
Pengantar. Jakarta :
PT Gramedia
Junus,
Umar. 1983. Dari Peristiwa ke Imajinasi
Wajah Sastra dan Budaya Indonesia. Jakarta :
PT Gramedia
Nurgiyantoro,
Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Pradopo,
Rahmat Djoko. 1999. Beberapa teori
Sastra, Metode, Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Sayuti,
Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa
Fiksi. Yogyakarta : Gama Media
Suharyanti,
E. 2003. Penokohan Novel Supernova karya
Dee (Kajian Strukturalisme Genetik). Skripsi S1. Yogyakarta :
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
Teeuw, A.
1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya
Wellek
Rene, dan Austin Warren. 1995. Teori
Kesusastraan (edisi V: terjemahan Molani Budianta). Jakarta: PT Gramedia
CONTOH PROPOSAL SKRIPSI TENTANG KARYA SASTRA (NOVEL)
Reviewed by Hendi Widyatmoko
on
3/15/2019 02:10:00 PM
Rating:

Tidak ada komentar: