STAY WITH US

Header Ads

test

Business

PERKEMBANGAN FILOLOGI NUSANTARA (INDONESIA)


Filologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari suatu teks. Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat banyak teks bertuliskan aksara Jawa yang isinya jika dipelajari akan mendapatkan pelajaran hidup yang sangat luhur. Di dalam ilmu filologi pada umumnya memiliki perkembangan sendiri. Untuk perkembangan filologi di daerah Nusantara atau Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan.

Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Kawasan ini, sebagai kawasan Asia pada pada umumnya, sejak kurun waktu yang lama memiliki peradaban tinggi dan mewariskan kebudayaan kepada anak keturunannya melalui berbagai media, antara lain, media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kekayaan Nusantara akan naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang desasa ini terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan timur pada umumnya (Ricklefts dan Voothoeve, 1977; Howard, 1996; Juynboll, 1900; Van Ronkel, 1909; Amir S. dkk, 1972; Vreede, 1892; Cabator, 1912).


1.      Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat

Hasrat mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul dengan kehadiran bangsa Barat di kawasan ini pada abad ke-16. pertama-tama yang mengetahui mengenai adanya naskah-naskah lama itu adlah para pedagang. Mereka menilai naskah-naskah itu sebagai barang dagangan yang mendatangkan untung besar, seperti yang mereka kenal di benua Eropa dan di sekitar Laut Tengah, serta daerah-daerah lain yang pernah ramai dengan perdagangan naskah kuna atau naskah lama (Reynolds dan Wilson, 1975:5). Para pedagang itu mengumpulkan naskah-naskah kemudian dibawa ke Eropa untuk dijual kembali kepada perorangan atau lembaga-lembaga yang telah memiliki koleksi naskah-naskah lama.

Peranan para saudagar atau pedagang sebagai pengamat bahasa, melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil, yang oleh VOC dikirim ke Nusantara dalam jumlah besar selama dua abad pertama (Teeuw, 1973:11).


2.      Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil

Pada tahun 1629, tiga puluh tiga tahun setelah tibanya kapal Belanda pertama di kepulauan Nusantara, terbitlah terjemahan Alkitab yang pertama dalam bahasa Melayu. Seorang penginjil terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr. Melchior Leijdecker (1645-1701). Terjemahan Beibel dari Leijdecker baru terbit setelah dia meninggal karena diperlukan penyempurnaan dan revisi yang cukup. Pada tahun 1835, jilid pertama terjemahan itu diterbitkan.

Sementara itu, kedudukan VOC menjadi lemah dan sebagai akibatnya dorongan untuk mempelajari bahasa dan naskah-naskah Nusantara pun menjadi berkurang. Usaha pengajaran dan penyebaran Alkitab diteruskan oleh Zending dan Bijbelgenootschap. Akan tetapi, disebabkan oleh berbagai kesulitan, baru pada tahun 1814 lembaga ini dapat mengirim seorang penginjil Protestan bernama G. Bruckner keIndonesia yang ditempatkan di Semarang (Swellengrebel, 1974:13).

Nederlandsche Bijbelgenootschap (seterusnya disingkat NBG) memiliki kegiatan penting dipandang dari sudut ilmu bahasa (Teeuw, 1973:18). Lembaga ini menyanggupkan diri untuk menerbitkan Alkitab dalam bahasa-bahasa Indonesia seseorang harus memiliki bekal ilmiah yang cukup dalam bidang ilmu bahasa. Seorang yang memenuhi persyaratan itu dan dikirim NBG adalah J.V.C. Gericke, yang datang di Indonesia pada tahun 1824 dan ditugaskan dalam bidang bahasa Jawa. Di samping mengirimkan penginjil ke daerah berbahasa Jawa dan Melayu, NBG mendatangkan juga penginjil yang ditugaskan ke daerah-daerah Kalimantan berbahasa Dayak, ke Sumatera berbahasa Batak, ke daerah Bugis dan Makassar, ke daerah Sunda, dank e kepulauan Nias. Selain melaksanakan tugas dari NBG, mereka juga mengadakan penelitian dan kajian ilmiah terhadap dokumen dan naskah-naskah yang menggunakan bahasa daerah tempat mereka bertugas.

Mereka sering juga menerjemahkan naskah-naskah itu ke dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda. Sesuai dengan teori filologi bahwa sastra lisan termasuk kajian filologi maka di antara penginjil itu ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya karena kelompok etnis daerah itu belum mengenal huruf hingga budayanya masih tersimpan dalam bentuk lisan, seperti daerah Toraja oleh N. Adriani dan Kruijt.


3.      Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara

Kehadiran tenaga penginjil yang dikirim NBG ke Indonesia telah mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-naskah dari berbagai daerah Nusantara. Kalau awalnya mereka meneliti dengan tujuan mengenal bahasanya, selanjutnya mereka berminat mengkaji naskah dengan tujuan memahami kandungan isinya dan seterusnya berminat menyuntingnya agar isi naskha dapat diketahui oleh golongan yang lebih luas.

Minat terhadap naskah Nusantara juga timbul pada para tenaga Belanda yang memberi pelajaran bahasa-bahasa Nusantara kepada calon pegawai sipil sebelum mereka dikirim ke Indonesia. Mereka itu perlu dibekali pengeetahuan dalam bidang bahasa, ilmu bumi, dan ilmu bangsa-bangsa (Taal, Land-en Volkendunde).

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan ujntuk menyunting, membahas serta menganalisanya, atau untuk kedua-duanya. Hasil suntingan pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, ialah huruf Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi, dengan disertai pengantar atau huruf Jawi, dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat, tanpa analisis isinya. Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin.

Suntingan naskah yang disertai terjemahannya dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Suntingan naskah dengan metode kritik teks, yang banyak dilakukan pada abad ke-20, menghasilkan suntingan yang lebih mantap daripada suntingan-suntingan sebelumnya. Terbitan jenis ini banyak yang disertai terjemahan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskh yang pernah disunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya terbitan sebuah Primbon Jawa dari abad ke-16.

Pada abad ke-20, banyak diterbitkan naskah keagamaan, baik naskah Melayu maupun nskah Jawa sehingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli teologi serta selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.

Telaah filologi terhadap naskah-naskah daerah di luar Jawa dan Melayu banyak dilakukan. Pada periode mutakhir, mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat). Mantapnya pendekatan teori sastra terhadap naskah-naskah lama Nusantara masih perlu ditunggu sesudah lebiah banyak lagi kajian yang dilakukan terhadapnya.

Tersedianya naskah serta suntingan-suntingan naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus bahasa-bahasa Nusantara, bahkan sejak abad ke-19 telah terbit beerapa kamus bahasa Jawa oleh tenaga-tenaga penginjil yang dikirim oleh NBG ke Indonesia.

Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara, yang seba-gian diutarakan di depan, telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin, terutama disiplin humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan ilmu filologi, yaitu melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilai luhur yang disimpan di dalamnya.


 Ditulis oleh Hendi Widyatmoko





PERKEMBANGAN FILOLOGI NUSANTARA (INDONESIA) PERKEMBANGAN FILOLOGI NUSANTARA (INDONESIA) Reviewed by Hendi Widyatmoko on 7/13/2016 12:09:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.