Cangkriman merupakan salah satu karya sastra Jawa yang di kebudayaan lain tidak memilikinya. Cangkriman yaitu susunan kalimat yang di dalamnya memiliki jawaban yang harus ditebak. Di dalam bahasa Jawa cangkriman yaiku unen-unen kang kudu dibatang utawa dibethek. Wujud cangkriman itu dibagi menjadi 4, yaitu :
Cangkriman Tembang
Cangkriman
yang berupa tembang ini bentuknya tembang macapat yang menceritakan sifat-sifat
suatu barang yang harus dijawab. Biasanya satu bait tembang untuk satu
cangkriman, sekalipun ada pula satu bait tembang untuk cangkriman lebih dari
satu. Misalnya, dalam tembang Asmaradana
berikut.
Wontên
ta dhapur sawiji / tanpa sirah tanpa tênggak / mung gatraning wêtêng bae /
miwah suku kalihira / nging tanpa dalamakan / kanthaning bokong kadulu /
rumakêt ing para priya //
Ada
satu wujud / tanpa kepala tanpa leher / hanya bentuk perut saja / dan kaki
keduanya / tetapi tanpa telapak kaki / wujud pinggul kelihatan / melekat pada
para laki-laki //
Jawabannya:
celana.
Cangkriman Wancahan
Wancah
berarti singkat atau singkatan. Wancahan tersebut
harus dijawab yang disusun dari baris yang ada. Cangkriman wancahan ini
wujudnya singkatan atau akronim kata-kata dari kalimat yang digunakan untuk
cangkriman. Caranya dengan menyingkat kata menurut singkatan yang biasa terjadi
dalam singkatan bahasa Jawa, yaitu dengan menghilangkan suku kata yang depan.
Dengan demikian yang digunakan dua suku kata terakhir atau satu suku kata
terakhir, misalnya bapak
menjadi pak,
kebo
menjadi bo,
tracake
menjadi cake,
bapak cilik
menjadi pak
lik,
nama Suparyana apabila dipanggil cukup na
saja, gedhe dhuwur
menjadi dhewur,
dan idu abang
menjadi dubang.
Untuk lebih jelasnya jenis cangkriman wancahan ini dapat diperhatikan contoh
berikut.
1.
kabakêtan
= nangka tiba nèng sukêtan ‘nangka
jatuh di rerumputan’
2.
pakbolétus
= tapak kêbo ana léléné satus ‘jejak kaki
kerbau ada ikan lele seratus’
3.
burnaskopên
= bubur panas kokopên ‘bubur panas
makanlah’
Perlu
diketahui bahwa dalam bahasa Jawa, singkatan atau akronim kata kaidahnya sudah
pasti, yaitu seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian tidak pernah
akan dijumpai akronim dengan menghilangkan bagian (suku kata) yang belakang
atau menurut selera yang membuat singkatan atau akronim. Hal ini sangat berbeda
dengan bahasa Indonesia yang dijumpai pada koran atau tayangan televisi: dalam
membuat singkatan sangat berbeda. Misalnya: ’sembilan bahan pokok’ disingkat sembako, ‘Dewan
Perwakilan Rakyat’ disingkat DPR,
‘Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan’ disingkat Menkopolkam. Pada
acara televisi seperti:
Intips singkatan dari informasi
dan tips, Jelita singkatan
dari jendela
informasi wanita, Pesta singkatan dari pentas sejuta aksi, dan Kiss singkatan
dari kisah seputar
selebriti, yang jumlah dan bentuknya bermacam-macam.
Pada
bagian lain, terdapat cangkriman akronim yang berbentuk kata seolah-olah bahasa
asing tetapi setelah diperhatikan sebenarnya kata-kata bahasa Jawa. Misalnya:
4.
ling
cik tu tu ling ling yu (seperti bahasa Mandarin) = maling mancik watu, watuné nggoling malingé mlayu
’pencuri menginjak batu, batunya terguling, pencurinya lari’.
5.
burnas
kopên
(seperti bahasa Belanda) = bubur panas kokopên
’bubur panas makanlah’.
Cangkriman Pepindhan (Irib-iriban Barang)
Cangkriman pêpindhan
bentuknya hampir sama dengan cangkriman tembang. Keduanya menyebutkan keadaan
atau sifat suatu barang, perbedaannya terletak pada jumlah kalimat yang
digunakan. Cangkriman tembang menggunakan kalimat lebih dari satu dan berbentuk
tembang dengan aturan tertentu, sedangkan cangkriman pepindhan
bentuknya kalimat, kebanyakan hanya satu kalimat, meskipun ada juga yang
menggunakan lebih dari satu kalimat.
1.
Pitik
walik saba kêbon
’ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun = nanas ’buah nenas’
2.
Wujudé
kaya kêbo, ulêsé kaya kêbo, lakuné kaya kêbo, nanging dudu kêbo ’bentuknya
seperti kerbau, warnanya seperti kerbau, jalannya seperti kerbau, akan tetapi
bukan kerbau = gudèl
’anak kerbau’
3.
Bapak
Demang klambi abang yèn disuduk manthuk-manthuk ’Bapak
Demang berbaju merah kalau ditusuk mengangguk-angguk’ = tuntut (kembang gedhang)
’bunga pohon pisang’
Cangkriman Blenderan
Blenderan juga disebut plesetan. Bentuk
cangkriman blenderan adalah kalimat yang sudah jelas maknanya, akan tetapi
makna yang tertulis itu bukan makna yang sebenarnya (yang dimaksudkan).
Cangkriman blenderan ada yang berbentuk tembang ada pula yang berbentuk kalimat
biasa. Bentuk kata yang digunakan adalah kata-kata singkatan dan homonim.
1.
Wong
adol témpé ditalèni ‘Orang
jual tempe diikat’ =
sing ditalèni témpé, dudu wong sing adol ‘yang diikat tempe, bukan
orang yang berjualan’
2.
Wong
mati ditunggoni wong mésam-mèsêm ’orang meninggal ditunggui orang
tersenyum’ = sing
mésam-mèsêm wong sing nunggu, dudu sing mati ’yang tersenyum orang
yang menunggu, bukan orang yang telah meninggal dunia’
Contoh
cangkriman blenderan yang berbentuk tembang:
-
Pangkur
Badhénên
cangkriman ingwang / tulung-tulung ana gêdhang awoh gori / ana pitik ndhasé
têlu / gandhènana êndhasnya / kyai dhalang yèn mati sapa sing mikul / ana
buta nunggang grobag / sêlawé sunguting gangsir //
’Tebaklah
teka-teki saya / tolong-tolong ada pisang berbuah gori / ada ayam kepalanya
tiga / dipukul pun kepalanya / kiai dalang jika mati siapa yang memikul / ada
raksasa naik gerobak / dua puluh lima sungut gangsir //’
Batangane: gori = ditegori; telu =
dibuntel wulu; gandhenana = gandhen ana; dhalang = kadhal lan walang; buta =
tebu ditata; selawe (lawe) = bolah, benang.
’Jawabannya: gori = ditebangi; têlu
= dibungkus bulu, dipukul gandhèn = gandhèn ada; dalang = kadal dan belalang;
buta = tebu ditata; selawe ’dua puluh lima’ = lawé ’benang.’
Ada juga
cangkriman yang mirip dengan ilmu kebatinan, contohnya adalah sebagai berikut.
Pêcating
nyawa barêng blêdhosing bantala, lukar busana nyêmplung kawah candradimuka,
supayané sampurna dikanthèni sa cacah têlu (= téla pohung)
Katrangané
mangkéné: téla pohung kuwi manawa dijabut ora bisa ditandur lan urip (kêjaba
uwité = kanthi cara stek), bubar dioncèki banjur digodhog, supaya bisa énak
dibumboni sa têlu yaiku, sarêm, salam lan santên.
’Lepasnya
nyawa bersamaan dengan meletusnya bumi, melepas pakaian masuk kawah
candradimuka, agar mencapai kesempurnaan disertai sa berjumlah tiga.’ (= ketela
pohon)
Keterangannya demikian: ketela pohon
jika dicabut tidak bisa ditanam dan hidup lagi (kecuali batangnya dengan cara
stek), setelah dikupas lalu direbus, agar enak diberi bumbu sa tiga macam yakni
sarêm ’garam’,
salam ’daun
salam’, santên ’santan’.
BENTUK/JENIS/WUJUD CANGKRIMAN
Reviewed by Hendi Widyatmoko
on
7/20/2016 03:06:00 PM
Rating:

Tidak ada komentar: