Pertama kali membaca judul buku ini mungkin kita akan membayangkan betapa berharganya isi dari buku ini. Betapa tidak, masyarakat Jawa mempunyai banyak ajaran-ajaran maupun nasihat-nasihat (nilai filosofis) yang luhur bagi kehidupan. Nasihat hidup dalam masyarakat Jawa sering dituangkan dan diselipkan dalam karya-karya sastra Jawa, seperti dalam istilah-istilah Jawa (paribasan, bebasan, maupun saloka), tembang-tembang Jawa (macapat), cerita-cerita Jawa, puisi-puisi Jawa (geguritan), dan lain-lain.
Dalam kenyataan kehidupan orang Jawa, masih banyak ditemukan masyarakat Jawa yang masih mengetahui falsafah hidup yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan menggunakannya sebagai ajaran dalam menjalani kehidupan, tetapi tidak sedikit pula yang sudah tidak mengetahui nasihat-nasihat hidup yang terkandung dalam karya sastra orang Jawa yang sering dikenal dengan wong Jawa ilang Jawane.Bila ditelusuri, wong Jawa ilang Jawane itu dikarenakan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari diri sendiri yang mana tidak mempunyai keinginan atau greget untuk belajar tentang nilai-nilai luhur yang terkandung dalam karya sastra Jawa. Faktor eksternal berasal dari orang tua, sekolah, lingkungan, dan lain-lain yang kurang mendukung untuk memberikan pengajaran kepada kaum muda dengan menggunakan ajaran orang Jawa.
Jika ditelaah, nasihat yang terkandung dalam karya sastra Jawa sangat bagus untuk pedoman dalam hidup karena nasihat-nasihat yang terkandung sudah meliputi seluruh bidang kehidupan, seperti keyakinan, pekerjaan, rumah tangga, etika, hukum, keadilan, pemerintahan, dan lain-lain. Terbitnya buku ini setidaknya memberikan gambaran tentang nasihat hidup orang Jawa secara jelas, lebih mendalam, dan mudah dimengerti, seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Mulai dari arti, makna, dan contoh implementasinya dalam kehidupan yang nyata.
Melihat dan membaca judul yang digunakan dalam buku ini “Nasihat Hidup Orang Jawa”, seakan isinya memberikan gambaran secara luas dan menyeluruh tentang nasihat-nasihat hidup orang Jawa baik dari istilah-istilah Jawa, macapat, geguritan, maupun cerita-cerita orang Jawa. Tetapi kenyataannya, buku ini hanya berisi tentang istilah-istilah Jawa yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa bidang kehidupan masyarakat. Istilah-istilah Jawa yang ditulis diartikan dan diberikan gambaran sedikit kehidupan nyata sebagai contoh implementasinya. Istilah-istilah Jawa, sebenarnya tidak hanya merupakan suatu kata-kata yang dirangkai begitu saja, tetapi dalam istilah Jawa tersebut memiliki makna terselubung yang sangat luhur. Itu bisa dilihat dalam pembahasan buku ini yang menjelaskan tentang arti dari sebuah istilah Jawa dan diberikan gambaran untuk mempermudah pembaca dalam memahaminya.
Dalam buku ini membahas berbagai istilah Jawa, baik itu yang berbentuk paribasan, bebasan, maupun saloka. Kesemuanya itu dirangkai dan dikelompokkan dalam berbagai bidang kehidupan. Bidang-bidang kehidupan yang dibahas dalam buku ini adalah bidang etika dan tata krama pergaulan, hubungan orang tua dan anak, hubungan sosial, kekerabatan, dan gotong royong, hukum, keadilan, dan kebenaran, ilmu pengetahuan dan pendidikan, kepercayaan dan religiusitas, kewaspadaan dan intropeksi, membangun moral, akhlak, dan kepribadian, rezeki dan mengatur perekonomian, semangat kerja dan perjuangan hidup, sikap dan perbuatan tidak terpuji, strategi mengatasi permasalahan hidup, dan situasi buruk untuk dihindari.
Setiap bab memuat satu bidang kehidupan dan semuanya dihubungkan dengan istilah-istilah Jawa sesuai dengan bidang yang dibahas. Dalam buku ini terdapat banyak sekali nasihat-nasihat hidup orang Jawa yang sebenarnya bisa digunakan sebagai dasar pengajaran hidup di zaman yang kontemporer ini. Dijelaskan sangat jelas, bagaimana seharusnya manusia ini berhubungan baik dengan manusia lain, sehingga bisa tercipta kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup. Seperti ungkapan aja ngomong waton, nanging ngomongo nganggo waton, yang artinya jangan asal berbicara, tetapi berbicaralah dengan alasan yang jelas. Hal ini memberikan pengajaran kepada manusia agar selalu menjaga perkataan dengan baik dan memiliki dasar atau landasan setiap berbicara kepada semua sesama agar tidak terjadi salah paham dan rasa tidak senang dari lawan bicara. Dijelaskan juga mengenai bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan, agar manusia ini dalam bertindak tidak sembrono dan gegabah. Seperti ungkapan eling sangkan paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup) dan Gusti Allah ora sare (Gusti Allah tidak tidur). Bagaimana hubungan seorang pemimpin dengan rakyatnya, seperti curiga manjing warangka, warangka manjing curiga (keris masuk sarungnya, sarung keris masuk keris). Selain istilah-istilah di atas, masih banyak istilah-istilah Jawa yang dibahas dalam buku ini. Termasuk istilah-istilah yang sudah tidak asing lagi di telinga dan ternyata memiliki nilai falsafah yang sangat luhur, seperti adigang, adigung, adiguna (menyombongkan diri karena kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimilikinya), berbudi bawa laksana (konsekuen terhadap kata dan perbuatan), bathok bolu isi madu (tempurung kelapa yang sudah berlubang tiga, tetapi berisi madu), gemi nastiti ngati-ngati, sluman slumun slamet, gajah ngidak rapah, aja dumeh, alon-alon waton kelakon, dan masih banyak lagi.
Menariknya buku ini adalah pertama kali diamati, sampul buku yang digunakan Iman Budhi Santosa sang penulis adalah warna gelap dengan hiasan atau ornamen yang klasik, sehingga terkesan sangat terkait dengan kehidupan orang Jawa dan membuat mata untuk meliriknya sebagai tambahan referensi guna menambah khasanah ilmu. Bahasa yang digunakan sebagai sarana penyampaian adalah bahasa lugas yang mudah dimengerti oleh pembaca, baik pembaca dari masyarakat Jawa sendiri maupun masyarakat dari luar Jawa. Dalam setiap penulisan buku, tidak menutup kemungkinan ada kekurangan yang menyebabkan buku ini tidak seperti yang diharapkan oleh pembacanya. Seperti pepatah tiada gading yang tak retak, tiada samudera yang tidak berombak. Hal itu juga dijumpai dalam buku yang berjudul “Nasihat Hidup Orang Jawa”. Buku ini memiliki kekurangan, yaitu pada aspek ejaan dan ilustrasi. Dari aspek ejaan, penulis sering menulis kata-kata yang tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan yang menyebabkan buku ini kurang memiliki nilai di mata pembaca, seperti dijumpai kata ”tak” seharusnya ”tidak”. Dari aspek ilustrasi, memang setiap istilah yang dibahas diberi gambaran implementasi dalam kehidupan nyata agar pembaca mudah dalam menelaah, tetapi ada beberapa istilah yang tidak diberi gambaran implementasi, sehingga pembaca mengalami kesulitan dalam memaknai arti istilah tersebut, seperti dalam istilah emban cindhe, emban siladan, dagang tuna andum bathi, dan kaya wedhus diumbar ing pekacangan. Selain itu, tidak adanya gambar sebagai ilustrasi makna istilah, sehingga kurang menarik dalam pembacaan.
Pada akhirnya, buku ini setidaknya telah menambah khasanah ilmu tentang ajaran hidup orang Jawa yang bisa diamalkan oleh setiap orang.
Hendi Widyatmoko, Pemerhati Kearifan Lokal Jawa
Resensi buku berjudul Nasihat Hidup Orang Jawa MENELISIK KANDUNGAN FALSAFAH ISTILAH JAWA
Reviewed by Hendi Widyatmoko
on
4/26/2010 07:14:00 PM
Rating:
Tidak ada komentar: